Jangan Lupa Berolah Sastra

Prof Muhammad Fuad saat membacakan orasi ilmiah dalam pengukuhan guru besar FKIP Unila November 2022. -Melida Rohlita/radarlampung.co.id-
Mengenai hal ini, kiranya dapat dikemukakan kabar berita sebagai berikut.
Ironi mengenai indikasi kebiadaban Ferdy Sambo seperti motif pelecehan, perilaku menjijikkan, LGBT, perselingkuhan, dan rasa cemburu, dapat dilihat pada postingan Lenggani Ayu pada Senin, 15 Agustus 2022 | 20:19 WIB. SuaraBandung.id.
Diberitakannya bahwa publik hanya menerka apa sebenarnya motif Irjen Ferdy Sambo menghilangkan paksa nyawa Brigadir J. secara sadis.
Selanjutnya, terkait LGBT, sebenarnya patut diduga ada latar kecemburuan Sambo yang disebabkan hubungan spesial antarsesama pria, sebagaimana dikatakan mantan kuasa hukum Bharada E, Deolipa Yumara.
Isu LGBT ini muncul dalam cuplikan wawancara mantan pengacara Bharada E, Deolipa Yumara, di TV One yang diunggah akun TikTok @holtemontea84: “Ya kita serah terima perasaan, untung saja saya sama dia (Bharada E) bukan LGBT, bukan cowok sama cowok ya kan, mangkanya saya nggak jatuh cinta sama siapa ini Bharada E,” kata Deolipa Yumara.
Mengenai perbuatan yang menjijikkan dan mengerikan, Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengatakan bahwa motif pembunuhan Brigadir J hanya boleh diketahui orang dewasa.
“Soal motif biar nanti dikonstruksi hukumnya karena itu sensitif, mungkin hanya boleh didengar oleh orang dewasa,” ujar Menko Polhukam, Mahfud MD.
Pernyataan Mahfud MD ini kemudian menimbulkan banyak pertanyaan dari masyarakat umum. Pada saat menjadi bintang tamu podcast Deddy Corbuzier, Jumat (12/8/2022), Mahfud MD sedikit mengulas tentang skenario mantan Kadiv Propam Irjen Pol Ferdy Sambo.
Mahfud MD kemudian mengungkapkan sejumlah fakta yang mengerikan dari kejadian pembunuhan Brigadir J.
“Konstruksi hukum pembunuhan Brigadir J akan tuntas di tingkat polisi (insya Allah)”. “Tersangka akan diumumkan pada hari ini. Sudah lama saya punya impresi bahwa POLRI kita hebat dalam penyelidikan dan penyidikan”, tulis Mahfud MD dalam cuitan akun Twitternya.
Sehubungan dengan uraian mengenai fenomena absurd dalam praktik demoralisasi dan dehumanisasi di atas, pertanyaannya sekarang adalah apakah fenomena absurd tersebut akan dibiarkan terus berlanjut?
Mungkinkah ada jawaban berbasis perspektif kesastraan yang relevan dan solutif atas fenomena absurd tersebut?
Adakah komitmen penyair/ sastrawan untuk menjawab fenomena absurd demoralisasi dan dehumanisasi?
Daftar pertanyaan senada tentu saja masih dapat diperbanyak dan diperpanjang jika dikehendaki.
Untuk menjawab pertanyaan kritis terkait fenomena absurd demoralisasi atau dehumanisasi tersebut tentunya tidak mudah, perlu kajian yang mendalam, menyeluruh, dan kontekstual (lihat Fuad, 2011).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: