Lambatnya perkembangan sektor industri dalam menyediakan lapangan kerja juga menjadi indikasi bahwa hasil produksi utama Lampung dari sektor pertanian sebagai raw material bagi agroindustri belum optimal dapat meningkatkan nilai tambah produk olahannya.
Lebih lanjut, menjadi penyebab disorientasi arah pengembangan hasil pertanian ke industri sebagai muara (hilir) pengolahan produksi pertanian. Padahal agroindustri menjadi kunci peningkatan nilai tambah produk pertanian.
Rendahnya nilai tambah produk pertanian Lampung pada Desember 2020 tercermin dari nilai Indeks Diterima Petani 103,34 dan Indeks Dibayar Petani sebesar 106,81.
Situasi saat ini lebih rendah dari kondisi pada Februari 2014 yang menunjukkan nilai 111,82 : 109,86. Lebih lanjut menyebabkan nilai NTP (Nilai Tukar Petani) Lampung merosot menjadi 96,75. NTP adalah perbandingan indeks yang diterima petani dan indeks yang harus dibayar petani (BPS Lampung, 2021).
Hal ini berarti, kondisi petani Lampung menerima lebih rendah dari yang harus dibayarkan. Sifat produk pertanian berupa raw material yang diperdagangan dalam jangka pendek sangat beresiko menghadapi fluktuasi harga, bulky, dan musiman menyebabkan petani menerima harga rendah atas produknya.
Padahal petani sangat memerlukan jaminan harga yang menjadi insentif bagi usahataninya. Lebih lanjut, hal ini menurunkan tingkat kesejahteraan petani dan meningkatkan kemiskinan (Fitriani et al., 2017).
Kemiskinan masyarakat sektor pertanian menunjukkan bahwa pembangunan sektor pertanian Lampung memerlukan revitalisasi model pembangunan sektor pertanian yang lebih berorientasi kepada ekonomi kerakyatan dan perdesaan.
Pertumbuhan ekonomi Lampung pada tahun 2019 sebesar 5,26%, lebih baik dari kondisi tahun 2018 sebesar 5,23.
Namun, hantaman pandemic Covid 19, menyebabkan pertumbuhan negatif dalam perekonomian regional Lampung tidak bisa dihindari. Sektor pertanian juga mengalami pelambatan jika dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2016 mengalami pertumbuhan sebesar 3,11, maka pada tahun 2017- 2020 hanya mengalami pertumbuhan dari 1%, yaitu 0,95% (BPS Lampung, 2021).
Rata-rata pertumbuhan sektor pertanian tiga tahun terakhir lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi regional.
Pembangunan sektor pertanian belum secara optimal meningkatkan pertumbuhan ekonomi sektoral dan pengurangan kemiskinan serta kesejahteraan masyarakat pertanian.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan sektor pertanian melalui penelusuran kondisi basis kontribusi output, nilai tambah, dan penawaran sektor pertanian di Propinsi Lampung.
Selanjutnya informasi yang dihasilkan dapat diteruskan sebagai basis penyusunan pemutakhiran Tabel I-O menggunakan metode non survei.
Lebih lanjut dapat menjadi rekomendasi pemutakhiran prioritas program penyelesaian masalah dalam sektor pertanian dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat pertanian.
Rendahnya kemandirian fiskal daerah masih menjadi tantangan pelaksanaan desentralisasi fiskal. Baik pemerintah pusat maupun daerah harus memiliki pandangan yang sama melihat kemandirian fiskal daerah.
Ketergantungan daerah masih didominasi transfer dari pemerintah pusat. Ke depan, pemerintah daerah dirasa perlu untuk melakukan reformasi kemandirian fiskal daerah. Pemerintah pusat perlu mempertimbangkan untuk memberikan tambahan perluasan sumber-sumber pendapatan kepada daerah.