Bahas Harga Singkong, Pansus DPRD Lampung akan Bertemu Komisi IV DPR RI dan Kementerian Pertanian 3 Februari

Anggota DPRD Lampung dari Fraksi Partai Gerindra Mikdar Ilyas.-Foto: Prima Imansyah Permana/ Radarlampung.co.id.---
BACA JUGA:Daftar Kasat Lantas Baru Hasil Mutasi Polri Polda Lampung Januari 2025
"Ketika impor singkong disetop, secara otomatis harganya akan naik. Pabrik juga tidak rugi karena perputaran singkong hanya dari dalam negeri," ucapnya.
"Kita mau ada kemitraan antara pemerintah, pengusaha, dan petani untuk mengatasi harga singkong dalam jangka panjang," tuturnya.
Lebih lanjut, Mikdar mengusulkan agar kementerian terkait memberikan subsidi pupuk kepada petani singkong, menyediakan bibit unggul, dan alat pertanian yang dapat meningkatkan hasil produksi.
Namun, ia juga menegaskan bahwa masalah penurunan harga singkong harus segera ditangani oleh kementerian lain, terutama Kementerian Perdagangan, untuk mengatur kebijakan impor singkong.
"Menteri Perdagangan jangan mudah mengeluarkan izin impor. Jika impor perlu dilakukan, kami sarankan agar dilakukan oleh lembaga pemerintah seperti BUMN dan bukan perusahaan swasta, untuk menjaga kesejahteraan petani," ujar Mikdar.
Selain itu, Mikdar juga menyarankan agar Kementerian Perindustrian turut ambil bagian dalam menyelesaikan masalah ini, dengan mendorong pengembangan produk turunan singkong selain tepung tapioka.
"Semua kementerian terkait harus terlibat, agar ada regulasi yang berpihak pada petani dan pengusaha. Kami melihat langkah yang diambil Menteri Pertanian ini sudah tepat, dan kami berharap kementerian lain ikut bergerak," pintanya.
"Kami berharap pemerintah pusat segera mengambil keputusan, karena ini masalah mendesak yang menyangkut kehidupan banyak orang," kata Mikdar.
BACA JUGA:Pulau Wayang, Wisata Lampung Vibes nya Bak Phuket Thailand hingga Raja Ampat Papua Barat
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Lampung bersama DPRD dan para petani menyepakati harga singkong sebesar Rp 1.400 per kilogram dengan potongan tonase minimal 15 persen.
Namun, kesepakatan tersebut tidak dapat diterapkan oleh sejumlah perusahaan, yang akhirnya menutup pabrik pengolahan singkong karena tidak mampu membeli singkong dari petani dengan harga tersebut.
Mikdar menjelaskan bahwa pengusaha menutup pabrik karena kualitas singkong, terutama kadar air dan ukuran dianggap tidak sesuai dengan standar. Akibatnya, para pengusaha merasa rugi dengan harga yang telah disepakati.
"Pengusaha mengaku bahwa dengan kondisi singkong saat ini dan harga Rp 1.400 per kilogram, mereka mengalami kerugian. Sementara petani meminta agar pengusaha tetap menjalankan kesepakatan bersama," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: